\

Closing Ceremony Harlah ke-27, UKM PI & Riset IAIN Madura Selenggarakan Seminar Nasional

Unit Kegiatan Mahasiswa Pengembangan Intelektual (UKM PI) dan Riset Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura meriahkan penutupan Hari Lahir UKM PI & Riset ke-27 dengan mengadakan Seminar Nasional yang bertajuk “Resiliensi Intelektual Muda dalam Mengaktualisasi Moderasi Beragama di Era Digital” bertempat di Aula Perpustakaan Madura. Sabtu, (30/11/2024).
Dihari puncak perayaan hari lahir ini, UKM PI dan Riset mengundang narasumber A. Dardiri Zubairi, S.Ag. (Wakil Ketua PCNU Sumenep, Penasehat GMNU Madura, Pengasuh PP. Nasy’atul Muta’allimin) dan Masykurotus Syarifah, M.HI. (Wakil Rektor 1 IAI NAZHATUT THULLAB Sampang dan Penulis Buku Moderasi Beragama).

Ketua Umum UKM PI & Riset, Mas’odi menyampaikan bahwa usia UKM PI dan Riset ke-27 sudah cukup matang untuk menghasilkan kader yang berintelektual dan konsisten dalam kepenulisan.
“Sekitar 27 tahun dirintis dipilih pada tahun 1997 Didirikan, itu artinya UKM PI & Riset IAIN Madura sudah cukup matang dan dewasa, sehingga kader UKM PI banyak sekali yang cakap dalam keilmuan yaitu berkualitas dan berintegritas” kata Mas’odi, sapaan akrabnya.

Dirinya pun berharap terhadap kader UKM PI dan Riset bahwa kampus adalah tanggung jawab bersama untuk mewujudkan kampus yang berintelektual.
“Harapan kami, bukan persoalan kualitas maupun integritas dari Individu UKM PI lagi, melainkan adalah bagaimana UKM PI dan Riset mampu mewujudkan kampus yang mahasiswanya cerdas secara intelektual, spiritual, dan emosional,” jelas Mas’odi.

Sementara itu dalam pantauan media, disela penyampaian materi, kedua pemateri seminar nasional tersebut yang dimoderatori oleh Ach. Rifqy Aqil Haidar M sebagai senioritas UKM PI selamat merayakan hari lahir UKM PI dan Riset IAIN Madura yang ke 27.

Masykurotus Syarifah saat menyampaikan materi, dirinya mengatakan kepada peserta yang hadir dalam seminar sangat penting bagi mahasiswa gen Z untuk bijak dalam menggunakan digital dalam mengaktulkan Moderasi Beragama.
“Intelektual muda harus bisa berpikir kritis dan memberikan konten edukasi dalam moderasi beragam. Moderasi adalah menerima keberagaman dengan sikap tidak ekstrim kanan dan kiri. Gen z sebutan untuk generasi saat ini yang bersahabat dengan dunia digital harus memanfaatkan dengan baik bagaimana mempromosikan konten moderasi beragam dan tidak terprovokasi dengan isu yang belum jelas.” jelas Ibu Masykuro.

Dalam negosiasinya K. Dardiri menyoroti beragama moderat yang mulai digaungkan sejak 2019 sebagai respons terhadap ketegangan politik antara kelompok nasionalis dan Islamis. Menurutnya, konsep ini sering disalahgunakan untuk melabeli pihak tertentu sebagai radikal, terutama mereka yang kritis terhadap pemerintah.

Ia juga mengkritik dampaknya terhadap kebebasan akademik di kampus, yang cenderung kehilangan suara kritis akibat takut dicap radikal. Lebih lanjut, Kiai Dardiri menekankan bahwa moderasi beragama harus berlandaskan keadilan (‘adalah) dan mencakup upaya mengatasi ketimpangan ekonomi, yang sering menjadi akar konflik sosial.

“Moderasi beragama bukan hanya soal perbedaan pendapat, tapi juga soal keadilan ekonomi,” ujarnya. Ia berharap konsep ini dikembalikan ke esensinya: menciptakan harmoni tanpa mengorbankan kebebasan berpikir dan keadilan sosial.(SFA)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *